Rintik-rintik hujan mulai turun membasahi halaman sekolah SMA Harapan. Semua siswa menunggu di aula karena hujan yang tak kunjung reda sambil memegangi gadgetnya masing-masing berharap mereka dijemput oleh supir/orangtua. Berbeda dengan Nadia, cewek kelas XII-IPA3 ini menunggu redanya hujan dengan bermain piano di kelas musik. Ya, dia sangat pintar dan mahir bermain piano. Banyak cowok yang suka dan jatuh cinta dengannya, namun Nadia tidak merespon mereka semua. Ketika Nadia sedang asyik bermain piano, datanglah seorang cowok ganteng dan tinggi seperti Marcel Chandrawinata masuk ke kelas musik.
"Aku mendengar kamu bermain piano sangat baik dan merdu. Hey gadis, siapa namamu?" tanya si cowok itu. Seketika Nadia menghentikan permainan pianonya dan berbalik badan melihat cowok itu.
"Makasih banyak atas pujiannya. Kamu siapa? Aku Nadia," jawabnya sambil berdiri dan melambaikan tangan.
"Kamu ternyata pianis hebat yang pernah aku temui. Kenalkan, namaku Bayu. Aku anak XII-IPA2. Kalo kamu?," jawab cowok itu. Entah apa yg dirasakan oleh Nadia, jantungnya berdebar kencang ketika menerima lambaian tangan Bayu. Memang sebelumnya Nadia tak pernah merasakan hal yg seperti ini.
"Oh iya. Aku kelas XII-IPA3. Senang ketemu sama kamu". Lalu, Bayu memberikan senyuman kepada Nadia. Nadia pun malu-malu mendapatkan senyuman dari Bayu. Bahkan, rona pipinya menjadi merah seketika. Lalu, Bayu mengajak ngobrol Nadia hingga hujan mulai reda.
"Hujannya udah reda, aku pulang dulu ya Bay," kata Nadia sambil pergi meninggalkan Bayu.
"Tunggu sebentar Nad," panggil Bayu memanggil Nadia. Lalu, Nadia pun berbalik badan dan menghampiri Bayu.
"Ada apa lagi ya?" Nadia bertanya-tanya.
"Aku boleh minta nomer hp kamu?"
"Boleh kok. 0812xxxxxxxx"
"Terimakasih ya Nad," jawab Bayu sambil tersenyum. Lalu, Nadia pun keluar kelas musik dan bergegas pulang.
Ketika dirumah, Nadia disibukkan dengan tugas sekolahnya, hingga Bayu menelepon dirinya tak ada jawaban. Akhirnya, Bayu pun mengirimkan pesan singkat ke handphone Nadia.
'Nad, kamu lagi apa? Maaf ya aku ganggu kamu lagi sibuk. Semoga besok kita bisa bertemu kembali.
Sincerely,
-Bayu'. Nadia baru sadar ketika ada pesan masuk ke handphone-nya. Lalu, ia membuka pesan tersebut dan kaget melihat bahwa pesan itu dari Bayu. Akhirnya, Nadia pun mencoba menghubungi Bayu namun handphone milik Bayu tidak aktif. Akhirnya, ia membalas pesan singkat yg dikirimkan sebelumnya oleh Bayu.
'Hei. Maafkan aku, aku lupa kamu menelefon aku daritadi namun aku tak mengangkatnya. Aku sibuk dengan tugas sekolah ini, rasanya ingin cepat selesai namun yang ada semakin banyak. Maaf jika aku menganggumu malam ini. Sampai bertemu besok, Bayu'. Tak lama, Bayu pun membalas pesan singkat nadia kembali.
'Terimakasih sudah membalas pesan singkatku ini. Aku berharap, semoga kita bisa bertemu besok pagi di sekolah. Sampai jumpa besok, Nad'
Keesokan harinya, Nadia pun bersiap untuk pergi ke sekolah. Baju seragam putih-abu-abu dan kemeja kotak-kotak siap membawanya untuk pergi ke sekolah. Supir yg mengantarkan Nadia sudah siap menunggunya di halaman parkir. Seketika Nadia masuk ke dalam mobil itu dan berangkat ke sekolah. Setiap harinya, Nadia tinggal bersama kakak dan dua pembantu yg tinggal di sana juga. Kala itu, kakak Nadia sudah berangkat ke kampus terlebih dahulu kemudian Nadia. Ketika sampai di kampus, Nadia turun dan berpesan kepada pak supir yg mengantarnya ke sekolah.
"Pak, nanti jemput saya jam 3 sore ya. Karena saya hari ini ada les sampai jam 2. Bisa kan pak?"
"Oh iya pasti bisa non. Nanti pasti saya jemput non di sekolah". Kemudian Nadia pergi masuk ke dalam sekolahnya yg megah dan besar. Di koridor kelas, Nadia bertemu dengan sahabat-sahabatnya.
"Nadiaaaaa", teriak Andien dari jauh.
"Hey kalian. Lihat dong, aku bisa jalan biasa lagi loh," jawab Nadia antusias.
"Ya ampun Nad, kok bisa sih? Sejak kapan kamu bisa jalan kayak gini? Aku seneng deh liatnya Nad," jawab Tia sambil memeluk Nadia.
"Iya loh Nad, kita seneng banget kamu bisa jalan seperti biasa lagi sekarang," kata Jelita yang juga memeluk Nadia.
Sebelumnya, Nadia divonis oleh dokter mengalami kanker otak stadium 3. Namun, berkat bantuan kemotherapy dan doa dari para sahabatnya, akhirnya Nadia bisa berjalan seperti semula lagi. Suatu keajaiban yg dirasakan oleh Nadia ketika ia sakit parah. Masih ada teman dan sahabat yg selalu ada untuk menghiburnya dikala dia sedang terbaring lemah di rumah sakit.
Ketika Nadia sedang berjalan di koridor kelas XII-IPA2, ia bertemu dengan Bayu yg ingin keluar dari kelasnya. Seketika 'braaakkkk!!!!' buku-buku yg dibawa oleh Bayu jatuh semua karena ia menabrak Nadia.
"Kalo jalan liat-liat dong. Punya mata gak sih?!" teriak Bayu sambil membereskan buku-buku yg berserakan di lantai.
"Iya aku minta maaf ya Bayu. Aku nggak sengaja nabrak kamu. Maaf ya," jawab Nadia pelan sambil membantu Bayu. Lalu, Bayu menepuk tangan Nadia seakan ia tak boleh membantu Bayu. Lalu, Bayu menoleh ke atas dan melihat Nadia ingin menangis.
"Ya ampun Nadia. Aku minta maaf sama kamu. Aku ngga tau kalo....." belum selesai Bayu bicara, Nadia berlari meninggalkan Bayu seorang diri. Tanpa disadari, ia pun bertemu dengan Rangga di depan pintu kelasnya. Rangga yg melihat Nadia berlari sambil menangis, berusaha untuk menenangkan Nadia yg duduk di taman sekolah.
"Nad, kamu kenapa? Kok nangis gini?" tanya Rangga.
"Aku gak apa-apa ko Ga. Aku baik-baik aja," jawab Nadia sambil mengusap air matanya. Lalu, Rangga memberikan saputangan yg ada di saku celananya dan memeluk Nadia.
"Udah ya, kamu nggak usah sedih begini. Kamu tenang aja ya, aku selalu ada disamping kamu kok Nad," kata Rangga sambil menenangkan Nadia. Bayu yg melihat Nadia sedang berduaan dengan Rangga pergi ke kelas dengan rasa kecewa karena ia tak bisa menenangkan Nadia dan meminta maaf kepadanya.
"Makasih ya Ga, kamu udah baik banget sama aku hari ini," jawab Nadia sambil mengusap air matanya dengan saputangan Rangga.
"Iya, sama-sama Nad. Kamu jangan sedih lagi ya, kalo kamu ada apa-apa kasih tau aku aja," kata Rangga was-was.
"Iya pasti kok Ga. Makasih banget ya kamu udah baik sama aku selama ini. Aku bingung buat balas kebaikan kamu seperti apa sama aku," jawab Nadia sambil tersenyum.
Sepulang sekolah, Nadia dijemput oleh supirnya untuk pulang kerumah. Namun disisi lain, ada Bayu yg menunggunya di depan koridor kelasnya. Nadia yg melihat Bayu langsung bergegas pergi menghindari Bayu.
"Nad, tunggu. Aku mau minta maaf sama kamu. Nadia," teriak Bayu sambil menghampiri Nadia. Tak lama, Nadia berhenti dan kemudian ia pingsan ditengah lapangan. Bayu yang melihat Nadia jatuh pingsan langsung berlari menghampiri Nadia.
"Nad. Kamu kenapa Nad? Nad bangun Nad. Nadia.... Nadia bangun, kamu harus bertahan Nad. Nadia!" teriak Bayu sambil membangunkan Nadia. Pak Dirman, supir pribadi Nadia lalu datang menghampiri Bayu dan kerumunan orang di tengah lapangan.
"Mas, mas. Non Nadia kita bawa saja kerumah sakit sekarang. Sebelum terlambat ssemuanya," kata pak Dirman.
"Oh iya pak. Hey tolongin dong bawa Nadia ke mobilnya dia cepet!" Bayu meminta tolong kepada teman-temannya yg ada di lapangan itu.
Sesampainya dirumah sakit, supir pribadi Nadia langsung menghubungi kakaknya yg sedang kuliah saat itu. Raut wajah Bayu semakin khawatir ketika dokter yg menangani Nadia tak kunjung keluar dari ruang IGD. Tak lama, datanglah Febri, kakak Nadia yg bergegas menghampiri pak Dirman.
"Pak, gimana keadaannya Nadia?" tanya Febri.
"Iya mas Febri. Non Nadia masih ada di dalam ruang IGD mas, dokter yg menangani non Nadia belum keluar juga," jelas pak Dirman. Febri melihat ada seorang cowok dudul di depan ruang IGD. Lalu, ia menghampiri Bayu yg sedang khawatir dengan Nadia.
"Maaf sebelumnya. Mas ini siapa ya?" tanya Febri.
"Saya Bayu, teman satu sekolah Nadia yg ada di dalam ruang IGD ini. Mas sendiri siapanya Nadia ya?" jawab Bayu sambil berdiri.
"Saya kakaknya Nadia. Kenalin saya Febri. Oh iya, terimakasih ya udah bawa adik saya kerumah sakit sama pak Dirman. Mungkin, kalau nggak ada kamu Nadia bisa meninggal," jawab Febri sambil melambaikan tangannya.
"Iya sama-sama kak. Nama saya Bayu kak. Kalo saya boleh tau, sebenarnya Nadia sakit apa ya?" tanya Bayu penasaran.
"Sebenarnya, sejak kelas 1 SMA dia divonis oleh dokter mengidap kanker otak stadium 1. Semakin hari, kanker yg ada di otak Nadia semakin membesar. Dan sekarang, kankernya sudah mencapai stadium 3. Ya kakak nggak mau kankernya semakin membesar dan menggerogoti tubuh mungilnya Nadia," kata Febri bercerita kepada Bayu di ruang tunggu. Tak lama, keluarlah dokter yg menangani Nadia.
"Dokter, bagaimana kondisi terakhir adik saya?" tanya Febri khawatir.
"Apakah Anda saudara pasien? Ikut saya sebentar," jawab dokter Frans.
"Iya dokter. Baiklah".
"Sebenarnya, kanker yg ada di otak Nadia sudah mencapai stadium 4. Dan ini sangat berbahaya. Efek kemo yg dijalankan Nadia sudah tak bisa melawan kanker ganas ini. Saya hanya berdoa kepada Tuhan semoga Nadia mendapatkan kesembuhan dan bisa beraktivitas kembali," jelas dokter Frans. Febri yg mendengar keterangan dokter Frans kaget dan shock mendengar bahwa Nadia semakin sulit untuk hidup. Lalu, Febri dengan wajah lemas dan shock menghampiri pak Dirman yg setia menunggu Nadia di depan ruang IGD.
"Pak, kankernya Nadia udah stadium 4 pak," kata Febri lesu.
"Masa sih mas? Ya ampun, kasihan sekali non Nadia. Padahal sebentar lagi dia udah lulus SMA loh mas," jawab pak Dirman kaget juga.
"Iya nih pak. Saya berdoa semoga Nadia cepat sembuh dan bisa sekolah lagi seperti biasa," kata Febri sambil duduk di kursi memikirkan kondisi Nadia.
Di dalam ruang IGD, Bayu menangis melihat kondisi Nadia yg semakin memburuk.
"Nad, aku nggak nyangka kalo kamu punya kanker otak. Cewek yg aku suka di sekolah yg selalu bermain piano disaat hujan turun, ternyata kondisinya seperti ini. Kamu cepet sembuh ya Nad, semoga kamu bisa main piano lagi di sekolah, di kelas musik. Aku seneng dengerin kamu main piano di sana," kata Bayu sambil memegangi tangan Nadia.
1 minggu sudah berlalu, kondisi Nadia mulai membaik. Febri dan pak Dirman yg setia menemani Nadia melihat kondisi terakhir Nadia yg sudah sadar dari koma-nya.
"Perkembangannya sangat cepat, besok Nadia sudah boleh pulang. Namun, jangan terlalu aktif di sekolah ya. Saya takut, Nadia terlalu lelah dan kondisinya semakin memburuk lagi," jelas dokter Frans.
"Iya terimakasih banyak dokter. Saya siap menjaga Nadia kapanpun dia berada," jawab Febri sambil tersenyum melihat Nadia.
"Namun, kamu jangan sedih ya Nad. Soalnya....."
"Ada apa dok?" tanya Nadia.
"Sel kanker yg ada di otak kamu sudah menyebar di tubuh kamu dan sekarang sudah menggerogoti kaki kamu," jelas dokter Frans.
"Maksudnya dok? Saya lumpuh gitu?" tanya Nadia yg menahan air matanya.
"Bisa dibilang begitu Nad," jawab dokter Frans sambil menenangkan Nadia. Seketika Nadia mencoba menggerakkan kakinya namun tak pernah bisa. Kakinya sudah kaku dan ia tidak bisa digerakkan kembali. Nadia menangis karena ia sudah tak bisa berjalan kembali. Sambil ditenangkan oleh Febri dan pak Dirman, Nadia mencoba tersenyum dikala kakinya sudah tak berfungsi kembali. Bayu dan Rangga yg ada di depan ruang inap Nadia sedih dan kaget mendengar penjelasan dokter Frans tadi. Seketika mereka menyayangkan bahwa Nadia tak bisa berjalan kembali seperti semula. Namun para sahabatnya mencoba menghibur Nadia dan membuatnya tersenyum kembali seperti dulu.
"Nad, kamu jangan sedih ya, Kamu masih ada kita kok yg selalu ada disamping kamu. Masih ada kak Febri, pak Dirman, Rangga sama Bayu temen baru kamu," kata Nina mencoba menenangkan Nadia.
"Oh iya, aku dari kemarin nggak ngeliat Bayu deh. Ada yg tau gak Bayu dimana?" tanya Nadia.
"Aku ada disini," jawab Bayu sambil teriak. Dan..... 'Tadaaaaaa!!!!' Bayu berubah menjadi badut Mickey Mouse dan membuat Nadia tertawa lepas.
"Ya ampun Bayu. Kamu tuh aneh loh pakai kostum seperti ini," kata Nadia sambil memegang tangan Bayu yg besar.
"Iya dong. Aku spesial pakai baju Mickey Mouse supaya bisa liat senyum manis kamu," jawab Bayu sambil merayu Nadia.
"Heh Bay, lo kan temen barunya Nadia udah sok gombal aja," kata Dina sambil menyenggol tubuh Bayu.
"Gapapa dong, kan calon pacar sendiri," jawab Bayu sambil tersenyum ke arah Nadia. Nadia senang melihat tingkah laku para sahabat dan temannya itu yg mencoba menghibur dirinya disaat sakit kanker yg terus menggerogoti tubuhnya.
Keesokan harinya, Nadia kembali pulang kerumah. Dijemput oleh pak Dirman di depan lobi Rumah Sakit Pelita, Nadia dibopoh oleh Febri dari kursi roda yg membawanya dari kamar inap. Sembari memegang tangan Febri, Nadia berucap," Kak, nanti kalau aku udah meninggal, kak Febri jangan sedih ya. Kan masih ada pak Dirman sama ibu yg nemenin kak Febri. Meskipun ibu jarang ada dirumah karena sibuk kerja, tapi sebenarnya ibu sayang sama kita kak". Seketika Febri terdiam, juga pak Dirman yg ada di bangku supir. "Kenapa kamu bilang seperti itu Nad? Kamu pasti sembuh kok, harus. Kakak mau melihat kamu lulus dan di wisuda oleh sekolah. Kamu harus berjuang melawan kanker kamu ya sayang," jawab Febri sambil mencium kening Nadia di dalam mobil.
Pak Dirman hanya terdiam mendengar pernyataan Nadia saat itu. Ia tak bisa bicara apapun selain mendoakan yg terbaik untuk Nadia, majikan kesayangannya itu. Meski bertubuh mungil, Nadia sangat baik terhadap orang-orang yg ada disekitarnya. Oleh karena itu, pak Dirman dan dua pembantu dirumahnya sangat sayang kepada Nadia hingga saat terakhir Nadia di rumah sakit.
Beberapa hari kemudian, Febri melihat Nadia sudah jatuh dari kursi roda dan pingsan. Sontak Febri langsung memanggil pak Dirman yg ada di halaman belakang rumahnya.
"Pak Dirman, paaakk... Tolong pak. Nadia pingsan lagi Pak," teriak Febri sekeras-kerasnya hingga mbak Inah menghampiri Febri di kamar Nadia.
"Ya ampun non Nadia. Mas Febri, non Nadia kenapa?" tanya mbak Inah.
"Mbak, tolong panggilin pak Dirman. Kita bawa Nadia ke rumah sakit sekarang mbak. Cepetan," teriak Febri panik. Lalu, pak Dirman dan mbak Inah membopong Nadia masuk ke dalam mobil dan membawanya segera kerumah sakit.
Setibanya dirumah sakit, Nadia langsung dibawa ke ruamg ICU untuk menjalani perawatan intensif. Sampai pada akhirnya, sahabat dan teman-teman Nadia datang kerumah sakit untuk melihat kondisi Nadia.
"Kak Febri, Nadia pingsan lagi?" tanya Tia.
"Iya Ti, tadi pagi aku liat Nadia udah ada di lantai kamarnya. Padahal sebelumnya dia minta dibawain bubur kesukaannya. Pas aku ke kamar, dia udah jatuh di bawah dan pingsan," jawab Febri sambil menangis khawatir dengan kondisi Nadia.
"Iya kak. Yang sabar aja ya, sekarang kita berdoa untuk kesembuhan Nadia. Semoga Tuhan memberikan yg terbaik untuk Nadia," jawab Tia dan diamini oleh semua teman-temannya. Bayu yg datang terlambat sambil membawa boneka kesayangan Nadia yg ada di kamarnya.
"Ini kak, udah aku bawain boneka kesayangannya Nadia. Semoga Nadia cepet sadar dan bisa meluk boneka ini lagi ya," kata Bayu sambil memberikan boneka itu kepada Febri. Sambil berdiri, Febri terus memeluk boneka kecil milik Nadia hingga dokter Frans yg menangani Nadia keluar dari ruang ICU.
"Dokter gimana keadaannya Nadia sekarang?" tanya serentak.
"Nadia mengalami koma. Kankernya sudah semakin ganas dan mulai menggerogoti seluruh tubuhnya," kata dokter Frans. Seketika, teman-teman Nadia yg menunggu di ruang tunggu ICU menangis mendengar kondisi Nadia yg semakin parah karena kanker otaknya itu. Febri dan pak Dirman masuk ke ruang ICU untuk melihat keadaan Nadia. Ibu Nadia dan Febri yg baru saja kembali dari Medan langsung masuk ke ruang ICU untuk melihat keadaan sang anak.
"Nadia..... Kamu jangan tinggalin mama sayang. Mama sayang sama kamu Nad. Jangan pergi ya Nad," kata sang ibu yg menangis di samping Febri.
"Maaf nih mas, nyonya. Lebih baik kita berdoa saja semoga non Nadia cepet sembuh," kata pak Dirman yg menenangkan ibu dan Febri. Lalu, ibu dan pak Dirman keluar sementara Febri masih disamping Nadia.
"Nad, kakak sayang banget sama kamu. Kakak merasa kehilangan kalo kamu pergi tinggalin kakak, mama sama pak Dirman. Kita semua sayang sama kamu, di luar sana ada teman-teman kamu yg setia berdoa dan menunggu kamu untuk segera sadar. Nad, kamu bisa denger kata-kata kakak kan?" kata Febri sambil berbisik di telinga kiri Nadia. Lalu, tangan mungil Nadia bergerak kecil tanda bahwa Nadia segera sadar. Namun, nafasnya berbeda dari biasanya. Akhirnya, Febri memanggil dokter untuk memeriksa Nadia. Febri keluar dengan wajah khawatir.
Seluruh orang yg ada di depan ruang ICU harap-harap cemas menunggu dokter Frans keluar dari ruang ICU. Mereka berdoa dan berharap akan ada keajaiban datang kepada Nadia yg sedang koma. Kemudian, pak Dirman menangis dan berdoa sebanyak-banyaknya untuk kesembuhan Nadia. Namun, apalah daya. Dokter Frans sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menolong nyawa Nadia. Kenyataannya,"Maafkan saya bu. Kehendak Tuhan lebih besar daripada kemampuan saya sendiri. Saya berusaha semaksimal mungkin namun, saya tidak bisa menolong Nadia untuk sembuh dari kankernya. Saya mohon untuk diikhlaskan kepergian Nadia," jelas dokter Frans yg segera pergi dari kerumunan teman-teman serta sahabat Nadia. Sontak saja mereka menangis sekeras-kerasnya menyayangkan kepergian Nadia untuk selama-lamanya. Febri, Bayu dan Rangga masuk ke ruang ICU untuk melihat keadaan Nadia. Bayu yg selama ini dikenal pendiam, menangis di hadapan Nadia. Ia menyayangkan, dirinya belum bisa menyatakan cintanya kepada Nadia. Karena sejak ia bertemu dengan Nadia kelas 1 SMA, ia sudah menyukai Nadia.
Kini, sudah tak ada lagu suara merdu dari piano yg ada di kelas musik. Tak ada lagi suara tertawa lepas yg ada di kantin, maupun kelas XII-IPA3. Dan ketika turun hujan, para siswa tidak bisa mendengar lagi Nadia bermain piano dengan santai dan merdu. Para sahabatnya pun masih terlihat sedih karena sudah tidak ada lagi canda tawa bersama Nadia.
-Selesai-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar