Setiap
orang pasti memiliki pekerjaan untuk membiayai kehidupannya masing-masing,
mungkin untuk biaya hidup anak dan istri. Banyak juga yg bekerja di kawasan
terpadu di daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, terlebih jika mereka
ditempatkan diluar Jakarta seperti Bekasi, Bogor, Depok dan Tangerang. Bagi orang-orang
yg memiliki kendaraan seperti sepeda motor atau mobil pribadi tentu akan
memudahkan mereka untuk pergi ke tempat kerja mereka yg jaraknya sangat jauh dr
rumah. Lalu, bagaimana dengan mereka yg tidak memiliki kendaraan dan harus
pergi ke kantor menggunakan angkutan umum seperti bis, kereta dan busway? Ini jawaban
mereka.
Sebelumnya,
saya pernah berkeliling Jakarta menggunakan angkutan umum seperti busway dan
kereta Commuter Line pada hari kerja. Ternyata, banyak yg menggunakan jasa
angkutan umum tersebut dan bahkan hampir setiap hari. Saya melakukan
perbandingan antara busway dengan kereta Commuter Line yang hampir setiap menit
datang mengangkut penumpang sampai tujuan. Pertama-tama, saya menggunakan
angkutan kereta Commuter Line dengan tujuan akhir stasiun Bekasi dimulai dari stasiun
Jakarta Kota. Saya tidak pernah menanyakan nama kepada org yg saya ajak bicara
karena mereka takut saya berbuat kejahatan seperti yg terjadi
sebelum-sebelumnya. Yang pertama adalah wanita, kira-kira umurnya 34 tahun, dia
bekerja di sebuah perusahaan di daerah Bekasi. Rumahnya berada di Muara Karang,
Pluit, Jakarta Utara. Setiap hari, wanita tsb mengatakan kpd saya bahwa dia
lebih nyaman dan enak menggunakan kereta dibanding busway. Menurutnya, jika ia
naik busway menuju tempat kerjanya di Bekasi, ia akan terlambat sampai kantor
dan akan dikenakan sanksi hukuman dr atasannya. Ia mengatakan bahwa lebih cepat
sampai kantor jika naik kereta dibanding busway. “Lebih enak naik kereta mbak
ketimbang busway. Soalnya kan kantor saya jauh di Bekasi, takut telat dimarahin
sm bos jadi saya naik kereta aja dr Kota,” tuturnya.
Kemudian,
orang yg kedua yg saya ajak berdiskusi adalah seorang pria paruh baya,
kira-kira usianya hampir 50 tahun. Beliau bekerja di sebuah perusahaan di
Juanda. Jawaban yang sama dgn wanita yg diatas tadi mengenai perbandingan
antara busway dengan Commuter Line adalah soal waktu. “Iya neng, saya kerja di
Juanda rumah di Bekasi. Kalo dihitung-hitung, bisa-bisa saya gak sampe kantor
kalo naik busway. Kan kalo pagi tuh jalanan macet ya apalagi daerah Harmoni,
belum nunggu buswaynya yg lama. Harus pindah-pindah halte. Kalo naik kereta kan
lebih cepat, lebih murah, enak lagi,” katanya. Namun, beliau mengatakan baru
beberapa bulan ini ia menggunakan kereta untuk bepergian menuju kantor atau
kembali pulang kerumahnya di Bekasi. Sebelumnya, ia mengaku menggunakan busway
dan angkutan umum utk pergi ke kantor pada pagi hari. “Saya pernah naik angkot
dr rumah di Bekasi, wah itu yg namanya macet udah dimana-mana. Saya aja sampe
kantor jam 9 pagi, kalo naik kereta bisa jam 8 atau setengah 9. Lebih cepet
naik kereta lah,” ujarnya.
Orang
yang ketiga adalah seorang mahasiswi, umurnya kira-kira 20 tahun. Ia sedang mengenyam pendidikan di sebuah universitas di daerah
Klender. Rumahnya di sekitar Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Pada saat itu, saya berpikir bahwa betapa beruntungnya saya yg msh bisa kuliah
dengan jarak yg tidak sangat jauh dan tidak perlu bersusah payah
berdesak-desakan didalam kereta untuk sampai di kampus. “Ini aja saya baru mau ke kampus
mbak, masuk jam 12 siang. Makanya berangkat jam segini. (Pada saat itu jam
menunjukkan pukul 10.00 WIB). Abisnya kalo naik angkot suka lama mbak, belom
ngetem-nya di kalibata lama, terus hrs turun angkot pindah jurusan. Belom lagi kalo angkotnya nggak ada,
mesti nunggu lagi. Bisa sampe kampus jam berapa saya mbak kalo naik angkot. Kebetulan
kan udah ada kereta, rumah saya juga deket sm stasiun Pasar Minggu Baru. Kalo ada
kereta knp mesti naik angkot?“ katanya. Menurutnya,
untuk segi waktu lebih efisien menggunakan kereta dibanding angkutan umum seperti bis, angkot atau busway. Mentok-mentok,
kalau masih macet mereka menggunakan ojek sebagai sarana yg cocok utk menerobos
kemacetan di Jakarta ini.
Dari
ketiga orang yg saya ajak bicara ketika sedang berada didalam kereta Commuter
Line jurusan Jakarta Kota-Bekasi adalah masalah waktu dan biaya.
Kedua,
saya menggunakan buaway utk menuju tempat tinggal saya di Pondok Pinang,
Jakarta Selatan. Saya naik busway TransJakarta dari halte Dukuh Atas 1 menuju
Harmoni dan melanjutkan lagi menuju Lebak Bulus. Di halte Dukuh atas, saya
bertemu dgn seorang anak lelaki muda, usianya kira-kira 25 tahun. Ia ingin
pergi ke kawasan Duri Kepa, Jakarta Barat. Ia mengeluh karena keterlambatan
datangnya busway dr Blok-M menuju Harmoni. Saya hanya tersenyum pada saat itu. Ketika
saya tanya, dengan nada pelan dan ramah, ia menjawab pertanyaan saya semuanya. “Saya
mau ke Duri Kepa mbak, mau nengokin saudara saya disana. Ini udah hampir sejam
saya nunggu disini tapi busway-nya nggak sampai-sampai. Kalo aja ada kendaraan
yg lebih cepat dari busway, saya mau naik mbak biar cepet sampe sana,” katanya.
Namun, ketika saya singgung mengenai kereta Commuter Line, ia mengatakan, “Tadinya
saya juga mau naik kereta mbak, cuma saya nggak tau angkot ke rumah saudara
saya itu. Saya taunya naik busway aja, tapi kalo ke kantor saya sih naik kereta
mbak, cuma baru kali ini aja saya naik busway. Ternyata lama ya”.
Kemudian,
di halte busway Harmoni, saya bertemu dengan seorang wanita, kira-kira umurnya
27 tahun. Ia bekerja di kawasan Kebon Jeruk dengan rumahnya yg berada di
Jatinegara. Sama halnya dengan lelaki diatas, ia mengeluhkan keterlambatan
datangnya busway jurusan Lebak Bulus-Harmoni. “Biasanya sih nggak lama mbak,
tapi ini kok tumben sih lama ya datengnya?” keluhnya. Dengan santainya, obrolan
kami pun semakin panjang. “Iya mbak, saya mau kerja di Kebon Jeruk. Kan kalo
naik kereta nggak ada stasiunnya. Ya mau nggak mau saya harus naik busway dgn
resiko lama dan telat. Sebenernya sih kalo ada stasiun Kebon Jeruk ya saya naik
kereta aja mbak dari Jatinegara. Tapi adanya busway ya saya harus naik ini ke
kantor, biasanya sih suami saya yg nganter tp dial g masuk pagi terus saya
masuk siang jadi nggak bisa nganter ke kantor deh,” tuturnya.
Bisa
disimpulkan, bila dihitung-hitung dari segi waktu, lebih cepat naik keret
Commuter Line dibanding bus TransJakarta. Namun, dari segi biaya, lebih murah
naik bus TransJakarta daripada kereta Commuter Line. Hampir 99% orang yg saya
ajak bicara dan mengajak saya bicara baik di dalam kereta atau bus
TransJakarta, mereka lebih mengutamakan waktu dibanding biaya dan keselamatan
diri sendiri. Contohnya seperti di stasiun Tanah Abang setiap pukul 17.00 WIB. Kereta
yang menuju Serpong, Parung Panjang hingga Maja penuh sesak oleh penumpang yg
kebanyakan turun di stasiun Pondok Ranji, Sudimara, Serpong dan Parung Panjang.
Berdesak-desakan, saling dorong dan memaksakan diri untuk masuk kedalam
rangkaian kereta adalah hal yg biasa bagi mereka yg rumahnya berada di sekitar
Serpong dan Parung Panjang bahkan Maja sekalipun. Pulang dengan tubuh yang
sakit karena berdesakan ketika ingin masuk/keluar kereta menjadi makanan utama
bagi mereka. Mereka sudah biasa dengan hal seperti itu. Terlebih jika mereka
tidak mendapatkan kereta atau ketinggalan kereta karena keterlambatan. Suara teriakan
dan rintihan kesakitan akibat berdesak-desakan didalam kereta sudah hal biasa
bagi petugas kereta Commuter Line yang bersiap siaga menjaga disetiap rangkaian
kereta.
Jika
dihitung dalam biaya, untuk kereta Commuter Line sekali perjalanan bisa memakan
biaya Rp 3000,- hingga Rp 4000,- dgn tujuan akhir yg mereka inginkan. Karena,
Rp 2000,- setiap 5 stasiun pertama dan Rp500,- setiap 3 stasiun berikutnya. Jika
menggunakan bus Transjakarta, satu kali perjalanan hanya memakan biaya Rp
3500,- kemanapun tujuan akhirnya. Jadi, lebih murah menggunakan busway daripada
kereta Commuter Line.
Kesimpulan dari saya, jagalah diri sendiri dari orang
lain disekeliling Anda. Karena, kesempatan pada saat seperti itulah yang
menjadi sasaran empuk bagi para pencopet untuk mendapatkan hasil dari
mangsanya. Semoga, tulisan saya ini bermanfaat bagi Anda semua pengguna jasa
angkutan bus TransJakarta dan kereta Commuter Line. Mohon maaf jika ada
kesalahan nama, penulisan dan lain-lain. Sekian dan terimakasih.
(nb: Saya
menulis tulisan ini karena saya sebelumnya sudah melakukan riset serta
observasi menggunakan 2 jasa angkutan umum milik Pemerintah dan saya sudah
merasakan berdesak-desakan dalam kereta Commuter Line dan bus TransJakarta. Jika
Anda berkomentar negatif tentang tulisan saya ini dan atau memprotes tentang
angkutan umum milik Pemerintah ini, lebih baik Anda rasakan dulu seperti apa yg
mereka rasakan setiap hari. Terimakasih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar